Cerpen: Kebersamaan Terakhir


Langit senja begitu hangat hari ini, ya, tak terasa akhirnya hari ini tiba. Hari dimana sahabat-sahabatku akan dipindahkan ke tempat peristirahatan terakhirnya. Padahal kami semua berpikir saat itu akan menjadi liburan yang sangat berkesan, entah siapa sangka ternyata Tuhan menginginkan kalian dengan takdir yang berbeda dengan bencana tsunami di Banda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004. Peristiwa itu begitu dahsyat dan memilukan. Gempa berkekuatan 8,9 SR mengguncang bumi dan disusul oleh hantaman tsunami yang menyapu bersih sebagian pulau yang berada di bagian barat bumi pertiwi kami. Waktu itu aku, Rahma, keluarga bahkan semua orang yang ada di sekitar mencemaskan kalian semua, entah saat itu kalian masih hidup atau tidak, entah kalian baik-baik saja atau tidak. Tapi satu hal yang kami inginkan adalah bertemu.
  ***
Hari ini aku dan sahabat-sahabatku akan berkumpul di rumah, dan membicarakan tentang liburan, ya itung-itung sebagai hadiah untuk kami semua setelah lulus dari Sekolah Menengah.
“Arsaaaa!! Arsaaa!!!” Panggil Rahma.
“Apaan sih teriak- teriak, tinggal masuk aja kali!” sahutku.
“Hahaha, ya siapa tau kamu ga ada dirumah, jadi aku panggil dulu deh”
“Hhh yaudah duduk dulu di ruang tamu mau aku ambil minum, ngomong-ngomong yang lain kemana sih! Katanya udah pada berangkat”
“Yahh kayak gatau mereka aja sa”.
Sesaat setelah itu Kyla, Zara dan Nur datang, tanpa basa-basi mereka langsung berkumpul di ruang tamu rumahku. Seketika rumahku diisi oleh gossipan-gossipan anak perempuan. Dasar perempuan. Saat aku ikut bergabung dengan mereka seketika itu gossipan itu berhenti. Dan saat itu itu juga Riri datang membawa beberapa makanan untuk kami, karena memang sudah perjanjian siapa yang datang terlambat harus membawakan makanan.
“Kok berhenti ngegosip nya?”
“Ada kamu sih sa, mulut kamu kan kaya ember” timpal Zara.
“Enak aja kamu Zar!”
“Oy kawan-kawan!!” Saut Riri yang baru datang, sambil memperlihatkan makanan yang dia bawa.
“Asiiik makanan, cepet taruh di meja udah laper nih!” sahut Kyla.
Akhirnya kami pun makan bersama sambil membicarakan tentang rencana liburan. Dan kami bersepakat untuk pergi ke pantai yang letaknya 15 km dari Banda Aceh yaitu Pantai Lampuuk. Pada saat itu adalah tahun 2004, harga travel atau pesawat sangat murah. Jadi kami tidak begitu kesulitan untuk mencari kendaraan menuju kesana. Dan hari itu tiba, kami semua sudah lengkap dengan perlengkapan kami masing-masing dan bersiap untuk menaiki travel. Bus mulai menancapkan gasnya diiringi dengan teriakan kami “Liburan kami datang!!”
Di perjalanan, kami dikejutkan dengan peristiwa aneh. Fenomena ini membuat hati kami bergetar dan diselimuti perasaan cemas. Kami menerka-nerka, apa yang sebenarnya terjadi? Waktu menunjukkan pukul 6 sore, dan kami bisa mendengar jelas suara adzan berkumandang. Terdapat sepasang mata yang muncul di antara awan-awan langit. Tidak hanya kami, penumpang lain dalam bus ini pun menyadari hal ini dan berbondong-bondong untuk mengabadikan fenomena tersebut. Bagi mereka, mungkin peristiwa ini adalah fenomena alam biasa. Tetapi menurutku, ini adalah sebuah pertanda buruk. Aku tidak pernah menemukan fenomena ini dalam ilmu pengetahuan. Aku menepis pikiran buruk itu, mencoba membuat teman-temanku tetap merasa tenang selama di perjalanan ini.
***
“ Gilaaa capek!! Sumpah jauh banget ya”  sahut Nur.
“Emang begitu kalii, kamu pikir ini jarak ke Bandung-Jakarta yang dekat?” sambung Riri.
“Berisik banget deh! Udah beres-beres sana, terus kalo udah kita jalan-jalan” timpalku.
“Iya nih ah!” Jawab Rahma.
Setelah sampai di villa kami semua membereskan barang-barang dan dimasukkan kamar sesuai kesepakatan. Karena aku laki-laki sendirian tentu saja aku akan tidur di kamar sendirian, kalau dipikir-pikir sepertinya akan sangat melelahkan karena harus mengurus lima anak perempuan yang pekerjaannya kalau gak berantem, ya bergosip. Semua sudah melakukan pekerjaannya masing-masing, dan terserah hal apa yang akan mereka lakukan setelah itu, entah untuk beristirahat atau melihat lingkungan sekitar sini. Rencana untuk berjalan-jalan akan dilakukan sekitar pukul 7 malam.
Berjalan-jalan mengitari jalanan Banda Aceh yang ramai di malam hari memang menyenangkan, suasana yang malam yang dingin memang cocok untuk bersantai dan bercengkrama dengan sahabat, warga di sana pun sangat ramah-ramah. Kurang lengkap rasanya kalau ke wilayah orang lain tidak mencoba makanan khasnya, kami berenam berjalan menuju salah satu tempat makan disana yang menyediakan makanan khas Banda Aceh.
***
“Ahhh akhirnya nyampe juga, kenyang banget!!” Ucap Kyla.
“Iya bener, aku ke kamar ya mau istirahat” ucap Nur.
“Iya sama aku juga” Ucap Riri, Zara dan Rahma.
“Oh iya besok kita ke Pantai Lampuuk yaa!! Jangan lupa” sahut Arsa.
                                   
                                                ***

Pagi hari pun tiba. Kami yang telah bangun sejak tadi segera bergegas menuju pantai. Aku merasa tidak sabar ingin segera tiba di pantai yang dikenal warga sangat indah itu. Tetapi entah mengapa aku merasa perasaanku tidak enak. Aku merasa seperti sesuatu yang buruk akan terjadi. Seketika aku teringat akan fenomena sepasang mata di langit sore hari kemarin. Apa ini ada kaitannya dengan firasat burukku hari ini? Sebenarnya aku ingin mengatakan hal ini pada kelima temanku, namun aku tidak ingin merusak suasana liburan kami. Lagipula ini hanya perasaanku saja, mereka juga tidak akan mudah percaya.
Perjalanan ke pantai kami lalui menggunakan mobil bak terbuka yang kami sewa. Aku sebagai satu-satunya lelaki tentu saja harus mengemudikan mobil ini untuk sampai ke tujuan. Di sebelahku ada Zara yang menemani. Sedangkan empat temanku yang lain berada di belakang. Aku dapat mendengar sorakan bahagia mereka dari balik kemudi.
“Akhirnya kami ke pantai!” sorak Riri
“Sungguh aku tidak sabar melihat pemandangan pantai yang menanti kami di sana!” Kyla ikut bersorak dengan suaranya yang khas
“Tunggu teman-teman!” tiba-tiba Rahma menghentikan keriuhan yang terjadi di mobil.
“Lihat langit itu! Mengapa banyak burung-burung beterbangan? Ini tidak seperti biasanya. Lagipula ini bukan musimnya bagi para burung berpindah mencari tempat lain untuk tinggal” lanjut Rahma
Aku menurunkan kecepatan mobil yang dikemudikan untuk melihat ke arah langit. Benar saja, sekelompok besar burung berhamburan di langit. Semakin banyak keanehan yang aku rasakan. Aku memperhatikan burung-burung itu secara saksama. Mereka tidak terlihat seperti sedang mengadakan perpindahan tempat tinggal besar-besaran, mereka terlihat seperti sedang menghindari sesuatu yang menakutkan. Aku meneliti lebih jauh kemana arah burung-burung itu beterbangan. Ternyata mereka terbang menjauhi pantai. Aku memutuskan untuk menghentikan kemudi mobil dan membuka pintu untuk turun dan berbicara dengan teman-temanku.
“Teman-teman. Apa kalian tidak merasa aneh dengan burung-burung tadi?” tanyaku pada mereka
“Apa? Aku tidak merasa aneh dengan burung-burung tadi. Mereka hanyalah segerombolan burung yang mungkin akan berpindah tempat tinggal” Nur menjawab dengan nada santai
“Tapi coba kalian perhatikan kemana arah mereka terbang. Mereka menjauhi pantai” aku menunjuk sisa gerombolan burung yang tertinggal
“Firasatku tidak enak- ” lanjutku
Kelima temanku terdiam, termasuk Zara yang ikut turun menghampiriku dari arah berlawanan kemudi mobil. Ia menunjukkan ekspresi bingung sembari memperhatikan teman-temanku yang lain. 
“Kami datang kesini untuk liburan, Arsa. Bukan untuk berfirasat buruk pada alam” Kyla menyerobot kalimat yang belum aku selesaikan
“Aku tidak bermaksud menghancurkan suasana liburan kita. Aku hanya ingin memberitahu kalian tentang firasat burukku yang sudah ada sejak kemarin. Apa kalian ingat peristiwa sepasang mata di langit sore hari ketika berada di perjalanan?” tanya Arsa
Semuanya terpaku dengan wajah penuh harap agar aku melanjutkan perkataanku tadi.
“Barusan kita lihat bahwa segerombolan burung beterbangan menjauhi pantai. Apa kalian tidak ingat dengan pelajaran yang kita dapatkan di sekolah? Apabila segerombolan binatang pergi menjauhi pantai, sebuah bencana besar akan terjadi” pandanganku bertemu dengan pandangan mereka satu per satu.
Suasana semakin hening, hanya terdengar hembusan angin serta beberapa  kali suara motor bebek yang melintas. Rahma menepuk bahuku sembari tersenyum dengan tatapan yang sulit diartikan. Sepertinya ia paham dengan apa yang aku katakan. Tanpa berpikir panjang, aku membalas senyumnya kemudian kembali menduduki kursi kemudi. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Lampuuk.

                                                ***

Setelah tiba, kelima sahabatku itu berhamburan dari mobil untuk menyapa tiupan angin pantai dan gulungan ombak yang saling berkejaran. Mereka berlomba-lomba untuk menyatukan diri dengan air asin tersebut. Sedangkan aku hanya terduduk di hamparan pasir putih sembari menatap langit. Semoga saja firasatku tidak benar. Mungkin aku hanya terlalu khawatir pada mereka.
Jam menunjukkan pukul 07.59 pagi. Cahaya matahari mulai terasa hangat di kulit. Aku memejamkan mata dan menghirup udara segar khas pantai. Namun, seketika tubuhku berguncang keras. Aku sontak membelalakkan mata dan segera bangkit untuk mencari sesuatu yang dapat dijadikan tumpuan. Saat itu, sesuatu yang terdekat denganku adalah sebuah pohon kelapa kokoh menjulang. Aku merengkuh batang pohon kelapa dengan erat untuk mencegah tubuhku jatuh akibat guncangan ini. Perlahan mulai terdengar suara teriak kepanikan orang-orang yang ada di sekitarku. Teman -teman ku pun ikut panik karena badan mereka terguncang sontak aku meneriaki teman teman ku menjauhi tepi pantai
            ”Teman-teman ayo kita pergi dari sini” saut Arsa ayo saut teman teman.
            Akhirnya aku dan teman teman ku pun berhasil menyelamatkan diri dari guncangan yang cukup dahsyat
”Ayo kita pergi dari pantai ini“ tungguku.
“ Kita kan baru datang masa mau pergi lagi pula guncangannya sudah reda dan itu biasa terjadi!”saut Riri.
“Apa kamu bilang biasa? Darimana biasa? Guncangan tadi cukup dahsyat!” Teriakku.
“Tapi kan sudah hilang guncangannya Arsa!” timpal Riri.
“Tapi itu bisa saja kembali lagi Riri” bentak Rahma.
“Ayolah kalian sebentar saja aku ingin berfoto sekali untuk instagram ku saja  aku mohon!” kata Riri.
“Baiklah tapi sebentar saja dan aku akan tunggu di mobil” jawabku.
 “Aku ikut Arsa” ucap Rahma.
“ Baiklah aku ikut Riri lagi pula keadaan juga sudah membaik“ ucap Zara, Nur dan Kyla.


bersorak untuk pertemanan gambar unduh gratis_ Kreatif ...

Zetizen - JawaPos.com

Mereka pun pergi ke pantai sedangkan Aku dan Rahma  ke parkiran sambil menunggu mereka, namun beberapa saat kemudian saat Riri berfoto ada guncangan yang dahsyat dari sebelumnya sontak membuat mereka takut, sedangkan aku dan rahma lari dan pergi menjauh dari pantai.” aaaaa…. tolong tolong “ saut Riri karena kaki Riri tertimpa salah satu puing bangunan.
“Kalian tunggu Riri jatuh!” teriak  Kyla, mereka pun membantu Riri. Ditempat lain Aku dan Rahma selamat dan berada ditempat yang cukup aman.
”Oh tidak kita meninggalkan mereka” ucap Rahma.
“Oh iya benar kita harus kembali kesana Rahma kita harus menolong mereka” Jawabku.
“Tapi itu tidak mungkin Arsa, liat jalan disana sudah rusak dan  kita sudah tidak pergi kesana lagi “ khawatir Rahma.
Dan tidak lama kemudian terdengar suara gemuruh dari pantai, orang-orang berlarian dan terdengar suara mercusuar, beberapa orang berteriak“ tsunami ….. tsunami” tanpa pikir panjang Aku dan Rahma langsung mencari tempat yang lebih tinggi.
“ Riri kamu dengar suara itu ? Ayo kita pergi akan terjadi tsunami” Ucap Riri.
Namun tepat pukul 08:58 terjadi tsunami dengan gulungan ombak yang cukup tinggi, tak sempat lari mereka semua tergulung ombak. Aku dan Rahma pun ikut hanyut dalam gulungan ombak yang besar.  
                                                ***
Keesokan hari saat Aku membuka mata semuanya telah rata bahkan hancur, yang terlihat hanya puing puing bangunan. Tersadar kaki terjepit oleh puing yang cukup besar dan beberapa luka di sekujur tubuhku. Keadaan horor menyelimuti suasana saat itu bahkan bau anyir dimana mana, dalam hati aku berkata sambil menangisi apa yang terjadi ” ya Allah apa yang terjadi? badan ku begitu sakit sampai sampai aku kuat merasakan sakit ini”.  Saat itu aku mendengar beberapa orang sedang berjalan dan berteriak” apa ada orang yang selamat?” tanpa berpikir panjang pun aku berteriak “tolong aku disini!!!”.
Beberapa saat kemudian orang-orang menolong ku namun karena Aku mengeluarkan banyak darah yang membuat badan lemas sehingga Aku pingsan. Saat  sadar Aku melihat sebuah tenda yang cukup besar di penuhi oleh orang-orang yang berbaring di tandu dengan luka yang cukup serius dan sebuah infusan di tangan ku, salah satu orang menghampiriku dan berkata” kau sudah sadar akan aku bawakan air untuk mu” beberapa saat kemudian “ini minumlah” ia membantuku untuk minum “terimakasih, sebenarnya apa yang terjadi? dimana teman teman ku? apa mereka baik baik saja? Aku ingin bertemu”.
“ Maaf saya tidak tahu keadaan teman teman anda, karena disini cukup banyak korban luka dan korban meninggal dan kemarin terjadi tsunami yang cukup dahsyat sampai sampai kota ini rata. Saya adalah  salah satu relawan yang membantu korban bencana tsunami ini, sebaiknya kamu istirahat saja agar keadaanmu membaik aku masih ada pekerjaan aku tinggal ya” saut relawan. Sontak perkataan tadi membuat aku sangat sedih sampai sampai Aku tidak bisa berpikir bagaimana keadaan mereka.
Tidak lama setelah itu, Rahma datang menemuiku. Aku senang, tapi mengapa hanya Rahma yang datang? Dimana Nur, Zara, Kyla, dan Riri? Apakah mereka juga selamat? Apakah kita berenam bisa pulang dengan selamat?
***
Di sisi lain, Rahma juga tengah bersedih karena terpisah dengan teman-temannya. Rahma bingung harus kemana, karena seingat dia, dia bersama Arsa sedang mencari tempat yang lebih tinggi.
“Aku dimana sekarang?” sahut Rahma.
 Ditempat pengungsian, kamu adalah salah satu korban tsunami yang terselamatkan” jawab salah seorang wanita yang berada tepat disebelahku.
Aku mencari keberadaan teman-temanku, tapi hasilnya nihil, Aku tidak melihat keberadaan mereka. Aku bingung, bagaimana nasib teman-temanku? Apakah mereka masih hidup? Apakah aku akan bertemu mereka lagi? Bagaimana jika aku tidak bisa bertemu dengan mereka lagi?
Aku mulai melangkah lebih jauh lagi, sampai akhirnya aku menemukan Arsa yang sedang berbincang dengan relawan. Sungguh, aku sangat senang. Tapi mengapa aku belum melihat Zara, Kyla, Nur, dan Riri? Mereka baik-baik saja kan?
Ketika Arsa telah selesai berbincang dengan relawan tadi, akupun segera menghampirinyadan menanyakan keadaan teman-temanku yang lain. “Arsa!” sahutku. Arsa pun menoleh ke arahku, dan berkata “Rahma!”. Aku pun segera mendekatinya, lalu aku bertanya “dimana yang lain? apakah mereka bersamamu?” tanyaku. Arsa kelihatan bingung dan sedih di waktu yang bersamaan, lalu berkata “Aku tidak bersama mereka”. Aku semakin cemas, lalu aku bergegas meninggalkan Arsa dan mencari teman-temanku yang lain. Arsa tidak ikut mencarinya karena dia baru saja sadar dan belum terlalu kuat untuk berjalan. aku menyusuri tempat yang bisa ku tempuh, tetapi tetap saja, aku tidak bisa menemukan mereka.
Aku kembali ke tempat Arsa dengan wajah yang lesu dan hati yang sedih, dan mungkin itu yang menyebabkan Arsa bertanya kepadaku “mengapa?” katanya, lalu Aku menjawab “Aku masih belum menemukannya”. Aku dan Arsa khawatir, bahkan sangat khawatir, bagaimana bisa kita pulang tanpa mereka? Kami datang ke tempat ini berenam, dan seharusnya pulang pun berenam.
***
Sudah seminggu kami tinggal di pengungsian, dan sudah seminggu pun kami menunggu kabar teman-teman kami, tetapi tetap saja, kami tidak mendapatkan berita apapun tentang teman-teman kami. Sampai akhirnya kami menemukan berita bahwa suka relawan telah menemukan Zara yang sudah tidak bernyawa. Aku kaget dan tak percaya, bagaimana bisa sahabatku ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa? “apakah kau gila? Tidak mungkin temanku ditemukan dalam keadaan sudah meninggal. Kau ingin menjahiliku?”sahutku kepada salah satu sukarelawan yang tadi memberikan berita itu kepadaku. ”Arsa! katakan semua ini bohong, Zara tidak mungkin meninggal kan? Tanyaku pada Arsa dengan keadaan kita berdua yang tengah menangis. “Rahma, kau harus ikhlas, mungkin ini sudah menjadi takdir Zara” jawab Arsa dengan terisak.
Keesokannya aku dan Arsa mencari keberadaan teman-teman kami yang lain. Lalu ketika kami sedang berjalan, kami melihat ada sosok wanita yang kakinya tertimpa puing bangunan. Ternyata wanita itu adalah Riri. Kami segera menyingkirkan puing-puing bangunan itu dari Riri. Kami mulai mencoba meenyadarkan Riri, tapi tak ada respon apapun dari Riri. Ketika kita mengecek nadi dan napasnya, ternyata tidak ada detak jantung dan hembusan napas, ternyata Riri juga sudah tidak bernyawa lagi. Jujur, kami sedih lagi, kami menangis lagi dan aku menyalahi takdir yang terjadi untuk kesekian kalinya. Setelah itu, kami langsung memberitahu sukarelawan dan TIM SAR, dan Riripun dibawa oleh mereka.
Lalu keesokannya kami juga menemukan Kyla yang sudah tak bernyawa. Aku sempat berpikir mengapa harus teman-temanku yang meninggal? Kenapa bukan aku saja? Mereka pantas untuk hidup lebih lama lagi, tapi aku mengubur dalam-dalam pikiran itu, karena mungkin saja Tuhan sangat menyayangi teman-temanku, maka Tuhan mengambil mereka dariku.
Seminggu kemudian kami mendapatkan berita bahwa Nur telah ditemukan, tapi naas, Nur ditemukan tak bernyawa. Aku dan Arsa sedih untuk kesekian kalinya. Hatiku seperti digores oleh pisau, mungkin ini adalah perasaan dimana ‘sakit tapi tak berdarah’.
***
Hari ini, Rahma dan Arsa pulang dengan perasaan yang sedih, kecewa. Mereka berdua bukan membawa oleh-oleh berupa makanan, tapi mereka membawa oleh-oleh berupa berita yang mengenaskan. Mereka mulai menceritakan kronologis kejadian tsunami kepada orang tua mereka dan orang tua teman-teman mereka, beruntunglah karena orang tua teman-teman mereka sudah mengikhlaskan buah hatinya pergi ke sisi Tuhan. Tapi tetap saja, perasaan sedih masih menyelimuti hati mereka.
Hari adalah hari dimana teman-teman mereka di pindahkan di tempat terkhirnya, tempat terbaik di sisi-Nya. Sampai detik ini pun semua orang masih sama sedihnya seperti kemarin, masih tak percaya bahwa orang terdekat mereka telah tiada. Mungkin mereka telah tiada, tapi bukan berarti pertemanan mereka juga tiada.



- Talitha Cyara D.
- Rifani Jasmine R.
- Maharani Sarah A.
- Farrah Fahira

No comments:

Post a Comment